Senin, 27 Februari 2017

bimbingan konseling


Bagaimana kerja Bk???
Pada dasarnya banyak pengertian atau definisi mengenai BK yang dikemukakan oleh para ahli, akan tetapi definisi definisi tersebut sebenarnya merujuk pada satu kesimpulan bahwa BK adalah pemberian layanan bantuan untuk klien, baik secara individu atau kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendudkung serta berdasarkan norma yang berlaku. Dalam dunia pendidikan, sudah tentu BK ditujukan untuk membantu para siswa dalam kegiatan belajar, baik untuk mengenali diri mereka sendiri dengan mengenali kelemahan dan potensi yang mereka miliki, atau hanya sekedar membantu mereka dalam menghadapi permasalahan yang mereka hadapi.
Ketika kita berbicara mengenai bantuan, pasti ada dua komponen pasti dalam hal ini, yaitu pihak pemberi bantuan dan yang kedua yaitu pihak yang menerima bantuan. Dalam BK, sudah barang tentu pihak pemberi bantuan adalah konselor itu sendiri, lalu pertanyaanya, Siapakah yang menerima bantuan? Atau siapa yang dilayani?. Dalam dunia kedokteran, sudah tentu yang dilayani adalah pasien sakit, dan cenderung pasif, akan tetapi dalm dunia BK para pasien atau yang lebih tepat disebut konseli atau klien merupakan orang yang aktif, yang mana mereka membutuhkan bantuan dan memiliki tujuan untuk membuat keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan mereka. Dalam hal ini, hubungan antara seorang konselor dan konseli sifatnya kooperatif, jadi, interaksi antara kedua belah pihak sangatlah dibutuhkan, dalam hal ini seorang konseli tidak hanya mendapatkan bantuan dari konselor, akan tetapi mereka (konseli dan konselor) haruslah bekerja sama agar mencapai hasil yang diharapkan. Selain itu, terdapat berbagai kriteria bagi seorang konseli, diantaranya;
1.      Seorang konseli merupakan orang yang mampu mendefinisikan dirinya, dan faham akan konsep dirinya, maka dalam hal ini dikecualikan seorang anak kecil, karena anak kecil belum mampu mendefinisikan dirinya, mereka hanya berperan tanpa mengetahui hakikat peran mereka.
2.      Seorang konseli haruslah mengontrol dan menggunakan aspek kognitif dan sosioemosional, maka seorang pasien sakit juga bisa menjadi seorang konseli, selama mereka mampu menggunakan aspek kognitif dan sosioemosional mereka. Karena pada hakikatnya, yang dilayani BK bukanlah pasien sakit dalam segi lahiriyahnya, tetapi lebih kepada segi bathiniyahnya.
3.      Seorang konseli haruslah memiliki keinginan untuk menggunakan layanan BK, meskipun keinginan ini bukan murni sejak awal kegiatan konsultasi, bisa jadi pada konsultasi kedua atau ketiga atau bahkan selanjutnya.
4.      Mereka adalah orang yang memiliki masalah, karena Bk sendiri memang ditujukan untuk membantu menyelesaikan masalah si konseli dengan menggunakan metode-metode atau alat tertentu.
Dari kriteria-kriteria tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa seorang konseli bukanlah seperti pasien sakit di rumah sakit, mereka hanya orang-orang yang membutuhkan bantuan untuk memilih dan membuat keputusan, dalam berbagai aspek kehidupan. Begitupun kerja seorang konselor pasti jauh berbeda dengan dokter yang mengobati pasien. Dalam bimbingan konseling, interaksi antara dua belah pihak sangatlah dibutuhkan, sehingga bukan hanya konseli yang diuntungkan oleh proses ini. Dalam kegiatan Bk, seorang konselor haruslah mendapat informasi dari sang konseli, sehingga ia dapat memberikan feedback kepada si konseli, hal ini tidak akan mungkin terjadi jika tidak ada interaksi antara keduanya. Sangat jauh berbeda dengan kerja dokter yang hanya mengobati pasien sesuai penyakit dan memberikan obat sesuai dosis.
Biasanya seorang konselor melakukan wawancara terhadap si konseli untuk mendapatkan informasi, akan tetapi tidak semua konseli mau memberikan informasi tersebut kepada konselor, mengingat tidak semua konseli adalah orang yang benar-benar menginginkan bantuan konselor, adakalanya mereka terpaksa atau bahkan mereka tidak mau melakukan bimbingan konseling. Akan tetapi informasi memegang peranan penting dalam proses ini, maka wawancara haruslah dilakukan lebih dari sekali, untuk mendapatkan informasi otentik dari si konseli. Ada dua jenis wawancara yang biasanya digunakan dalam proses ini, yakni mode directive, dan mode nondirective. Perbedaan kedua mode ini terletak pada peran konselor yang mana dalam mode directive, konselor yang cenderung lebih aktif dalam proses ini, sedang dalam mode nondirective, seorang konselor cenderung lebih pasif.
Maka, hal terpenting dalam proses bimbingan konseling yang harus diperhatikan oleh konselor adalah bagaimana kepribadian klien, harapan-harapan klien, dan pengalaman klien, karena tiap tiap konseli tidaklah sama, kebutuhan mereka akan konseling pun tidak sama. Seorang konselor juga harusnya memiliki kemampuan mendengarkan yang baik, dan bagaimana ia merespon apa yang ia dengar dari konseli, hal ini menjadi amat penting mengingat  konselor juga membutuhkan informasi dari konseli, sehingga proses pemberian bantuan dapat berjalan sesuai harapan, dan memberikan kepuasan terhadap dua belah pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KONSELING SUKSES, PRESTASI MENINGKAT

Bisa dikatakan bahwa konseling menjadi salah satu indikator utama dalam kesuksesan sekolah, mengapa bisa demikian? Karena jika ko...