Bagaimana kerja Bk???
Pada dasarnya banyak pengertian atau definisi mengenai BK yang
dikemukakan oleh para ahli, akan tetapi definisi definisi tersebut sebenarnya
merujuk pada satu kesimpulan bahwa BK adalah pemberian layanan bantuan untuk
klien, baik secara individu atau kelompok agar mandiri dan berkembang secara
optimal, dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir, melalui berbagai
jenis layanan dan kegiatan pendudkung serta berdasarkan norma yang berlaku.
Dalam dunia pendidikan, sudah tentu BK ditujukan untuk membantu para siswa
dalam kegiatan belajar, baik untuk mengenali diri mereka sendiri dengan
mengenali kelemahan dan potensi yang mereka miliki, atau hanya sekedar membantu
mereka dalam menghadapi permasalahan yang mereka hadapi.
Ketika kita berbicara mengenai bantuan, pasti ada dua komponen
pasti dalam hal ini, yaitu pihak pemberi bantuan dan yang kedua yaitu pihak
yang menerima bantuan. Dalam BK, sudah barang tentu pihak pemberi bantuan
adalah konselor itu sendiri, lalu pertanyaanya, Siapakah yang menerima bantuan?
Atau siapa yang dilayani?. Dalam dunia kedokteran, sudah tentu yang dilayani
adalah pasien sakit, dan cenderung pasif, akan tetapi dalm dunia BK para pasien
atau yang lebih tepat disebut konseli atau klien merupakan orang yang aktif,
yang mana mereka membutuhkan bantuan dan memiliki tujuan untuk membuat
keputusan dan bertanggung jawab atas keputusan mereka. Dalam hal ini, hubungan
antara seorang konselor dan konseli sifatnya kooperatif, jadi, interaksi antara
kedua belah pihak sangatlah dibutuhkan, dalam hal ini seorang konseli tidak
hanya mendapatkan bantuan dari konselor, akan tetapi mereka (konseli dan
konselor) haruslah bekerja sama agar mencapai hasil yang diharapkan. Selain
itu, terdapat berbagai kriteria bagi seorang konseli, diantaranya;
1.
Seorang konseli merupakan orang yang mampu mendefinisikan dirinya,
dan faham akan konsep dirinya, maka dalam hal ini dikecualikan seorang anak
kecil, karena anak kecil belum mampu mendefinisikan dirinya, mereka hanya
berperan tanpa mengetahui hakikat peran mereka.
2.
Seorang konseli haruslah mengontrol dan menggunakan aspek kognitif
dan sosioemosional, maka seorang pasien sakit juga bisa menjadi seorang
konseli, selama mereka mampu menggunakan aspek kognitif dan sosioemosional
mereka. Karena pada hakikatnya, yang dilayani BK bukanlah pasien sakit dalam
segi lahiriyahnya, tetapi lebih kepada segi bathiniyahnya.
3.
Seorang konseli haruslah memiliki keinginan untuk menggunakan
layanan BK, meskipun keinginan ini bukan murni sejak awal kegiatan konsultasi,
bisa jadi pada konsultasi kedua atau ketiga atau bahkan selanjutnya.
4.
Mereka adalah orang yang memiliki masalah, karena Bk sendiri memang
ditujukan untuk membantu menyelesaikan masalah si konseli dengan menggunakan
metode-metode atau alat tertentu.
Dari kriteria-kriteria tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa
seorang konseli bukanlah seperti pasien sakit di rumah sakit, mereka hanya
orang-orang yang membutuhkan bantuan untuk memilih dan membuat keputusan, dalam
berbagai aspek kehidupan. Begitupun kerja seorang konselor pasti jauh berbeda
dengan dokter yang mengobati pasien. Dalam bimbingan konseling, interaksi
antara dua belah pihak sangatlah dibutuhkan, sehingga bukan hanya konseli yang
diuntungkan oleh proses ini. Dalam kegiatan Bk, seorang konselor haruslah
mendapat informasi dari sang konseli, sehingga ia dapat memberikan feedback
kepada si konseli, hal ini tidak akan mungkin terjadi jika tidak ada interaksi
antara keduanya. Sangat jauh berbeda dengan kerja dokter yang hanya mengobati
pasien sesuai penyakit dan memberikan obat sesuai dosis.
Biasanya seorang konselor melakukan
wawancara terhadap si konseli untuk mendapatkan informasi, akan tetapi tidak
semua konseli mau memberikan informasi tersebut kepada konselor, mengingat tidak
semua konseli adalah orang yang benar-benar menginginkan bantuan konselor,
adakalanya mereka terpaksa atau bahkan mereka tidak mau melakukan bimbingan
konseling. Akan tetapi informasi memegang peranan penting dalam proses ini,
maka wawancara haruslah dilakukan lebih dari sekali, untuk mendapatkan
informasi otentik dari si konseli. Ada dua jenis wawancara yang biasanya
digunakan dalam proses ini, yakni mode directive, dan mode nondirective.
Perbedaan kedua mode ini terletak pada peran konselor yang mana dalam mode
directive, konselor yang cenderung lebih aktif dalam proses ini, sedang dalam
mode nondirective, seorang konselor cenderung lebih pasif.
Maka, hal terpenting dalam proses
bimbingan konseling yang harus diperhatikan oleh konselor adalah bagaimana
kepribadian klien, harapan-harapan klien, dan pengalaman klien, karena tiap
tiap konseli tidaklah sama, kebutuhan mereka akan konseling pun tidak sama. Seorang
konselor juga harusnya memiliki kemampuan mendengarkan yang baik, dan bagaimana
ia merespon apa yang ia dengar dari konseli, hal ini menjadi amat penting
mengingat konselor juga membutuhkan
informasi dari konseli, sehingga proses pemberian bantuan dapat berjalan sesuai
harapan, dan memberikan kepuasan terhadap dua belah pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar