Bimbingan konseling, meskipun memberikan dampak positif akan tetapi
dalam pelaksanaanya ternyata masih memiliki banyak kekurangan, permasalahan ini
bisa jadi dipicu karena anggapan atau persepsi yang salah, baik oleh orang yang
berada diluar bimbingan dan konseling, atau bahkan orang yang berada atau
terlibat langsung dalam bimbingan dan konseling. Berikut ini beberapa pemahaman
yang keliru yang telah diuraikan oleh, Prayitno (2003) ke dalam beberapa poin,
diantaranya;
1.
Bimbingan dan konseling (BK) disamakan atau dipisahkan sama sekali
dari pendidikan
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling
itu identik dengan pendidikan, sehingga sekolah tidak lagi bersusah payah
menyelenggarakan bimbingan dan konseling. Sebagian lagi berpendapat bahwa
pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan.
2.
Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan
dokter atau psikiater
Dalam bebrapa hal tertentu, mungkin ada kesamaan antara ketiga
jenis profesi diatas, yaitu sama sama menginginkan pasien/konseli terbebas dari
permasalahan yang dihadapinya. Meskipun demikian, perlu digaris bawahi bahwa
pasien bimbingan konseling atau kita sebut konseli merupakan orang yang secara
fisik sehat, namun sedang mengalami masalah. Berbeda dengan dokter atau
psikiater yang menangani orang sakit. Sehingga cara pengobatan mereka pun juga
pasti akan berbeda.
3.
Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya masalah-masalah yang
bersifat incidental
Tidak dapat dipungkiri bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling
adalah menangani masalah-masalah yang dialami oleh para siswa, akan tetapi
bukan berarti bahwa bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan saat
terjadi masalah yang timbul, akan tetapi bimbingan dan konseling dilakukan
secara sistematis dan terstruktur yang di dalamnya mencakup berbagai kegiatan,
sehingga bersifat preventif atau pencegahan.
4.
Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja
Bimbingan konseling seharusnya tidak ditujukan untuk siswa yang
bermasalah saja, atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, akan tetapi
bimbingan dan konseling harus ditujukan kepada seluruh siswa di sekolah.
5.
Bimbingan dan konseling melayani “orang sakit” dan/atau
“kurang/tidak normal”
Sasaran bimbingan dan konseling adalah orang normal yang mengalami
masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor, sehingga
diharapkan seseorang tersbut bisa terbebas dari masalah yang dihadapinya, jika
ia mengalami keabnormalan yang akut, maka itu menjadi wewenang psikiater atau
dokter untuk menangani. Akan tetapi, tidak sedikit konselor yang tergesa-gesa
mendiagnosis seseorang tidak normal, sehingga pemberian bantuan pun dihentikan
dan dialihkan.
6.
Pelayanan bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama
(gejala) saja
Pada umumnya, pemberian bantuan memang diawali dari gejala awal
yang ditemukan. Namun, seringkali konselor malah terfokus pada gejala awal
tersebut tidak mencari sebab dibalik gejala tersebut.
7.
Bimbingan dan konseling menangani masalah yang ringan
Ukuran berat atau ringan suatu masalah memang relative, kadang
masalah yang terlihat ringan ketika didalami ternyata sangatlah komplek dan
berat, begitupun sebaliknya, masalah yang terlihat berat ketika didalami malah
ternyata ringan. Terlepas dari permasalahan ringan atau berat suatu masalah,
maka konselor harus benar benar cermat dalam menyelesaikan suatu masalah, dan
jika memang konselor tidak mampu menyelesaikanya maka konselor bisa mengalihkan
kepada pihak yang lebih kompeten.
8.
Petugas bimbingan dan konseling di sekolah berperan sebagai “polisi
sekolah”
Pada realitanya masih banyak yang beranggpan bahwa konselor di
sekolah adalah “polisi sekolah” yang menjaga kedisiplinan dan kemanan di
sekolah. anggapan itu tidaklah benar, karena konselor seharusnya bisa membaur
dengan siswa dan melakukan pendekatan dengan siswa.
9.
Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses
pemberian nasihat
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian
nasihat, pemberian nasihat hanya merupakan salah satu upaya pelayanan bimbingan
dan konseling.
10.
Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama
dengan ahli atau petugas lain
11.
Konselor harus aktif sedangkan pihak lain harus pasif
Anggapan ini sangat tidak benar karena antara konselor dan konseli
harus sama sama berperan aktif dalam jalanya proses bimbingan dan konseling
12.
Pekerjaan bimbingan dan konseling bisa dilakukan oleh siapapun
Seorang konselor yang professional adalah orang orang yang ahli
dalam bimbingan dan konseling, serta telah melalui pendidikan yang panjang.
Sehingga bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang.
13.
Menyamaratakan pemecahan masalah bagi semua klien
Cara yang digunakan untuk memecahkan masalah klien haruslah
disesuaikan dengan keadaan dan pribadi klien, karena anar klien pasti memiliki
keadaan yang berbeda.
14.
Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan
instrumentasi
Sarana utama yang digunakan dalam proses bimbingan dan konseling
adalah ketrampilan si konelor, sedangkan alat alat atau instrumen lainya hanyalah
sekedar pembantu.
15.
Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera
terlihat
Anggapan ini yang beredar luas di masyarakat, padahal hasil dari
bimbingan dan konseling tidaklah dapa terlihat secara spontan, baru bisa
terlihat dalam bebrapa hari atau bulan atau bahkan tahun.
Berikut adalah beberapa kesalahfahaman yang beredar di masyarakat,
yang harus diperbaiki. Maka disinilah peran kepala sekolah dan seluruh
jajaranya khususnya para konselor untuk memainkan aktualisasi secara efektif dala
menjadikan konseling sebagai jembatan meraih sukses di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar