Senin, 24 April 2017

masalah pada peserta didik danupaya bimbingan konseling




Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) masalah adalah permasalahan yang harus diselesaikan, maka apabila suatu masalah tidak diselesaikan atau dipecahkan, maka dikhawatirkan akan berdampak pada kehidupan individu, mengenai masalah, maka ada beberapa ciri masalah, diantaranya:
1.      Tidak disukai adanya
2.      Memberatkan individu
3.      Ingin segera dihilangkan atau diselesaikan
Adapun masalah dalam dunia pendidikan, khususnya yang menyangkut peserta didik ada beberapa jenis masalah yang dihadapi peserta didik, diantara masalah tersebut adalah;
1.      Masalah perkembangan individu
Telah kita ketahui bahwasanya setiap individu memiliki tugas perkembangan dalam setiap tahap perkembangan, apabila salah satu tahap belum terlewati secara sempurna maka hal ini akan menimbulkan masalah bagi individu atau bahkan bisa menimbulkan perilaku menyimpang, maka, disini tugas bimbingan dan konseling adalah untuk memastikan bahwa semuaindividu telah melewati tugas perkembanganya dengan sempurna. Adapun perkembangan ini tercakup dalam aspek psikomotorik, kognitif, emosional, spiritual dan sosial.
2.      Masalah belajar
Dalam seluruh proses pendidikan, belajar merupakan kegiatan inti. Pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai bantuan perkembang-an melalui kegiatan belajar. Secara psikologis belajar dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku (baik dalam kognitif, af’ektif, maupun psikomotor) untuk memperoleh respons yang diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan secara efisien.
     Masalah belajar yang dihadapi peserta didik dapat berhubungan dengan ketidakseimbangan mental atau gangguan fungsi mental diantaranya:
  • Kurangnya kemampuan mental yang bersifat potensial (kecer­dasan)
  • Kurangnya kemampuan mental, seperti kurang perhatian, adanya kelainan, lemah dalam berusaha, menunjukkan kegiatan yang berlawanan, kurangnya energi untuk bekerja atau belajar karena kekurangan makanan yang bergizi, kurangnya penguasaan terhadap kebiasaan belajar dan hal-hal fundamental;
  • Kesiapan diri yang kurang matang.
Dari jenis jenis masalah ini, ada beberapa bentuk masalah yang umumnya dialami peserta didik. Diantaranya:
1.      Rendahnya prestasi di sekolah
2.      Terlambat masuk kelas
3.      Tidak hormat pada guru
4.      Bertengkar sesama siswa
5.      Tertutup, pemalu
6.      Membolos
Dan masih banyak lagi bentuk bentuk masalah yang dialami peserta didik di sekolah. lalu bagaimana upaya bimbingan dan konseling untuk menangani masalah tersebut? berikut ada beberapa upaya atau pedekatan yang biasanya digunakan untuk menangani masalah siswa, diantaranya;
1.      Pendekatan krisis
Pendekatan krisis adalah pendekatan yang diperuntukan kepada siswa yang memiliki krisis atau masalah, jadi konselor bertindak ketika siswa datang menghadap karena memiliki masalah, selanjutnya konselor membantu sesuai permasalahan yang dihadapi.
2.      Pendekatan remedial (remedial teaching)
Pendekatan ini digunakan khususnya untuk siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tujuanya untuk membantu kesulitan yang dialami individu, adapun pendekatan ini dapat dilakukan setelah si konselor mengetahui tingkat kemampuan peserta didik.
3.      Pendekatan preventif
Pendekatan preventif atau lebih kita kenal dengan upaya pencegahan adalah suatu upaya untuk mencegah terjadinya masalah, atau memperkecil efek dari masalah tersebut seandainya sudah terlanjur terjadi.

Maka seorang guru hendaklah mengetahui permasalahan yang dialami siswa, karena dari sini seorang guru khususnya guru bimbingan dan konseling bisa melakukan tindakan preventif untuk mengantisispasi munculnya suatu masalah. Selain itu, secara khusus kita akan bisa membantu menangani siswa yang sedang menghadapi permasalahan pribadi sesuai dengan kemampuan dan selama itu belum melewati batas tugas dari seorang guru, yaitu dengan menggunakan pendekatan perkembangan. Pendekatan perkembangan adalah  pendekatan yang merupakan tindak lanjut pendekatan  preventif, pendekatan krisis dan pendekatan remedial.  

vv

Senin, 17 April 2017

PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN

PEMBELAJARAN BERBASIS BIMBINGAN
Jika berbicara mengenai dunia pendidikan maka tidak akan terlepas dari peran guru, karena guru memegang peranan besar dalam proses pendidikan, dalam kegiatan belajar mengajar peran guru sangat urgent, selain sebagai fasilitator untuk siswa guru juga dapat dikatakan sebagai orang tua kedua bagi siswa. Maka hendaknya seorang guru memiliki keahlian, tidak cukup hanya dalam aspek kognitif saja, melainkan aspek afeksi dan sosial karena guru harus bisa memahami siswa, dan mengerti akan kebutuhan siswa, karena sejatinya kebutuhan antara siswa satu dengan siswa lainya bebeda, begitupun dengan potensi yang mereka miliki tentunya berbeda pula.
Di zaman modern ini, telah banyak inovasi dan perubahan dalam dunia pendidikan, jika pada zaman dahulu kegiatan belajar mengajar terpusat pada guru (teacher center), dengan kegiatan kegiatan seputar ceramah, diskusi, dan sebagainya, maka hal ini tidak berlaku pada saat ini dan bahkan model pembelajaran seperti ini bisa disebut kuno. Seiring bergesernya paradigma dan kebutuhan akan SDM yang handal, maka model yang banyak digunakan saat ini adalah model pembelajaran siswa aktif (student center), hal ini juga sebagaimana yang tercantum dalam tujuan kurikulum K13. Berkenaan dengan ini, maka banyak inovas inovasi dalam model dan metode pembelajaran yang bisa digunakan guru, salah satu diantaranya adalah pembelajaran berbasis bimbingan.
Untuk memahami apa sebenarnya pembelajaran berbasis bimbingan maka alangkah lebih baiknya untuk memahami terlebih dulu apa itu bimbingan dan apa itu pembelajaran. Bimbingan, yang merupakan terjemahan dari bahasa inggris “guidance” yang berasal dari kata guide dapat diartikan secara luas sebagai mengarahkan (to direct), memandu (to pilot), mengelola (to manage) dan masih banyak lagi. Secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai usaha berkesinambungan untuk membantu individu dalam rangka untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki individu tersebut secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan. Sedangkan pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan pendidikan agar peserta didik belajar, sehingga terjadi proses perubahan perilaku yang merupakan efek dari pengalaman, adapun perubahan ini mencakup aspek afektif, kognitif dan psikomotorik.
Pembelajaran berbasis bimbingan dapat di definisikan sebagai model pembelajaran yang dirancang berdasarkan pemahaman terhadap bimbingan, dengan memperhatikan pemahaman terhadap peserta didik serta cara belajarnya, pembelajaran berbasis bimbingan sangatlah penting untuk diterapkan, melihat bahwa pembelajaran yang baik tidak hanya berorientasi pada pencapaian segi kognitif saja, akan tetapi menghasilkan output yang berupa perubahan perilaku yang positif dan sesuai norma. Maka, menurut budiman (Najjah, 2015), pembelajaran berbasis bimbingan seharusnya berlandaskan prinsip prinsip bimbingan, yaitu;
1)      Didasarkan pada needs assessment (sesuai dengan kebutuhan)
2)      Dikembangkan dalam suasana membantu (helping relationship)
3)      Bersifat memfasilitasi
4)      Berorientasi pada: (1) learning to be (belajar menjadi); (2) learning to learn (belajar untuk belajar); (3) learning to work (belajar untuk bekerja dan berkarir); (4) learning to live together (belajar untuk hidup bersama)
5)      Tujuan utama perkembangan potensi secara optimal.

Adapun ciri-ciri pembelajaran berbasis bimbingan adalah sebagai berikut;
a.       Diperuntukan bagi semua siswa
b.      Memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang
c.       Mengakui siswa sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan
d.      Terarah ke pengembangan segenap aspek perkembangan anak secara menyeluruh dan optimal
e.       Disertai dengan berbagai sifat guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat, potensi, dan kapabilitas siswa sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut.
Maka dari pembelajaran berbasis bimbingan ini dapat membantu individu (peserta didik) untuk mengoptimalkan potensi dirinya seoptimal mungkin, mampu merencanakan pilihan studi dan kariernya di masa depan, dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat serta lingkungan, serta yang terpenting ia mampu menghadapi hambatan dan kesulitan dalam hidup yang ia hadapai.





Senin, 10 April 2017

15 kekeliruan dalam bimbingan dan konseling



Bimbingan konseling, meskipun memberikan dampak positif akan tetapi dalam pelaksanaanya ternyata masih memiliki banyak kekurangan, permasalahan ini bisa jadi dipicu karena anggapan atau persepsi yang salah, baik oleh orang yang berada diluar bimbingan dan konseling, atau bahkan orang yang berada atau terlibat langsung dalam bimbingan dan konseling. Berikut ini beberapa pemahaman yang keliru yang telah diuraikan oleh, Prayitno (2003) ke dalam beberapa poin, diantaranya;
1.      Bimbingan dan konseling (BK) disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling itu identik dengan pendidikan, sehingga sekolah tidak lagi bersusah payah menyelenggarakan bimbingan dan konseling. Sebagian lagi berpendapat bahwa pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari pendidikan.
2.      Menyamakan pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter atau psikiater
Dalam bebrapa hal tertentu, mungkin ada kesamaan antara ketiga jenis profesi diatas, yaitu sama sama menginginkan pasien/konseli terbebas dari permasalahan yang dihadapinya. Meskipun demikian, perlu digaris bawahi bahwa pasien bimbingan konseling atau kita sebut konseli merupakan orang yang secara fisik sehat, namun sedang mengalami masalah. Berbeda dengan dokter atau psikiater yang menangani orang sakit. Sehingga cara pengobatan mereka pun juga pasti akan berbeda.
3.      Bimbingan dan konseling dibatasi pada hanya masalah-masalah yang bersifat incidental
Tidak dapat dipungkiri bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling adalah menangani masalah-masalah yang dialami oleh para siswa, akan tetapi bukan berarti bahwa bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan saat terjadi masalah yang timbul, akan tetapi bimbingan dan konseling dilakukan secara sistematis dan terstruktur yang di dalamnya mencakup berbagai kegiatan, sehingga bersifat preventif atau pencegahan.
4.      Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja
Bimbingan konseling seharusnya tidak ditujukan untuk siswa yang bermasalah saja, atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, akan tetapi bimbingan dan konseling harus ditujukan kepada seluruh siswa di sekolah.
5.      Bimbingan dan konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”
Sasaran bimbingan dan konseling adalah orang normal yang mengalami masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor, sehingga diharapkan seseorang tersbut bisa terbebas dari masalah yang dihadapinya, jika ia mengalami keabnormalan yang akut, maka itu menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk menangani. Akan tetapi, tidak sedikit konselor yang tergesa-gesa mendiagnosis seseorang tidak normal, sehingga pemberian bantuan pun dihentikan dan dialihkan.
6.      Pelayanan bimbingan dan konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja
Pada umumnya, pemberian bantuan memang diawali dari gejala awal yang ditemukan. Namun, seringkali konselor malah terfokus pada gejala awal tersebut tidak mencari sebab dibalik gejala tersebut.
7.      Bimbingan dan konseling menangani masalah yang ringan
Ukuran berat atau ringan suatu masalah memang relative, kadang masalah yang terlihat ringan ketika didalami ternyata sangatlah komplek dan berat, begitupun sebaliknya, masalah yang terlihat berat ketika didalami malah ternyata ringan. Terlepas dari permasalahan ringan atau berat suatu masalah, maka konselor harus benar benar cermat dalam menyelesaikan suatu masalah, dan jika memang konselor tidak mampu menyelesaikanya maka konselor bisa mengalihkan kepada pihak yang lebih kompeten.
8.      Petugas bimbingan dan konseling di sekolah berperan sebagai “polisi sekolah”
Pada realitanya masih banyak yang beranggpan bahwa konselor di sekolah adalah “polisi sekolah” yang menjaga kedisiplinan dan kemanan di sekolah. anggapan itu tidaklah benar, karena konselor seharusnya bisa membaur dengan siswa dan melakukan pendekatan dengan siswa.
9.      Bimbingan dan konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat, pemberian nasihat hanya merupakan salah satu upaya pelayanan bimbingan dan konseling.
10.  Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas lain
11.  Konselor harus aktif sedangkan pihak lain harus pasif
Anggapan ini sangat tidak benar karena antara konselor dan konseli harus sama sama berperan aktif dalam jalanya proses bimbingan dan konseling
12.  Pekerjaan bimbingan dan konseling bisa dilakukan oleh siapapun
Seorang konselor yang professional adalah orang orang yang ahli dalam bimbingan dan konseling, serta telah melalui pendidikan yang panjang. Sehingga bimbingan dan konseling tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang.
13.  Menyamaratakan pemecahan masalah bagi semua klien
Cara yang digunakan untuk memecahkan masalah klien haruslah disesuaikan dengan keadaan dan pribadi klien, karena anar klien pasti memiliki keadaan yang berbeda.
14.  Memusatkan usaha bimbingan dan konseling hanya pada penggunaan instrumentasi
Sarana utama yang digunakan dalam proses bimbingan dan konseling adalah ketrampilan si konelor, sedangkan alat alat atau instrumen lainya hanyalah sekedar pembantu.
15.  Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan konseling harus segera terlihat
Anggapan ini yang beredar luas di masyarakat, padahal hasil dari bimbingan dan konseling tidaklah dapa terlihat secara spontan, baru bisa terlihat dalam bebrapa hari atau bulan atau bahkan tahun.
Berikut adalah beberapa kesalahfahaman yang beredar di masyarakat, yang harus diperbaiki. Maka disinilah peran kepala sekolah dan seluruh jajaranya khususnya para konselor untuk memainkan aktualisasi secara efektif dala menjadikan konseling sebagai jembatan meraih sukses di masa depan.

 

Senin, 03 April 2017

Bolehkah guru Bk menghukum siswa???



Bolehkah guru Bk menghukum siswa???
 

Ketika berbicara mengenai guru Bk, maka yang terbesit dalam pikiran mayoritas siswa adalah dihukum, dimarahi, polisi sekolah, dan banyak lagi hal-hal negative lainya yang sudah termindset dalam pikiran para siswa. Dari sini maka timbul pertanyaan, apakah tugas guru BK hanya sekedar sebagai pihak yang menangani siswa bermasalah? Atau sebagai pihak yang menghukum siswa?
Pada dasarnya tugas guru BK di sekolah sebagaimana telah kita ketahui adalah untuk membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karier. Dalam realitanya, BK di lembaga sekolah kadang dianggap sebagai program, atau hanya sekedar layanan. Ketika BK menjadi suatu program, maka sudah pasti memiliki visi dan misi serta memiliki kegiatan di dalamnya, sehingga nantinya menghasilkan output. Berbeda dengan BK ketika hanya menjadi suatu layanan, maka BK hanya hanya berfungsi ketika memang ada siswa yang membutuhkan bantuan.
Pada realitanya kebanyakan lembaga sekolah masih memposisikan BK hanya sebagai layanan, dan tidak memiliki program program kegiatan yang ditujukan kepada siswa, disini BK hanya berperan sebagai pihak yang menyelesaikan ketika siswa memiliki masalah, atau membei hukuman kepada siswa, atau lebih parahnya lagi guru menjudge siswa. Sangat jauh dari salah satu fungsi dan tujuan BK yaitu fungsi preventif (pencegahan).
Dalam menyelesaikan masalah, tidak jarang guru BK menghukum siswa yang bersangkutan, sehingga siswa merasa ketakutan dan termindset hal hal negative dari seorang guru BK, lalu permasalahanya, apakah cara menghukum siswa ini benar benar mampu menyelesaikan suatu masalah? Atau malah hanya akan memperburuk keadaan siswa.
Dalam menangani masalah atau sekedar mendisiplinkan siswa, sebenarnya guru tidak harus memberikan hukuman, ada banyak cara yang mampu dilakukan guru untuk menangani siswa, ketika siswa dihukum, itu akan mempengaruhi kondisi psikologis dan mental si anak, karena hukuman ini pastilah kewenangan dari guru, sedangkan siswa tidak memiliki kekuatan melawan atau pilihan, lebih parah lagi, hukuman bisa menimbulkan trauma pada siswa.
Terlepas dari kondisi tersebut, muncul kontradiksi lain yang mana hukuman itu berfungsi untuk mendisiplinkan siswa atau membuatnya jera, ketika siswa tidak diberi hukuman, maka ia tidak akan sadar akan kesalahanya, sehingga kemungkinan ia akan mengulangi kesalahan yang sama, maka mau tidak mau hukuman harus diberikan, bentuk hukuman disesuaikan dengan tingkat kesalahan yang diperbuat siswa, dari kedua kontradiksi tersebut, bagaimanakah seharusnya tindakan BK?
Tidak bisa dipungkiri bahwa kedua persepsi diatas sama benarnya, maka disinilah fungsi BK sebagai fungsi preventif harus ditingkatkan, sebagaimana yang dikatakan pepatah bahwa “mencegah lebih baik daripada mengobati”, guru BK harus mampu memaksimalkan program yang berkaitan dengan fungsi pencegahan melalui kegiatan kegiatan yang ditujukan kepada siswa, sehingga mereka faham hal-hal apa saja yang tidak seharusnya mereka lakukan, dan ketika mereka melakukan hal-hal tersebut maka mereka akan begini, atau begitu, sehingga diharapkan siswa memiliki kesadaran dalam dirinya, dan akhirnya bisa meminimalisir terjadinya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh siswa.
Dan boleh saja memberikan hukuman kepada siswa, dengan tanda kutip hukuman tersebut memang mendidik dan sesuai dengan tingkat kesalahan yang diperbuat siswa, dan hukuman tersebut benar benar dijamin tidak akan mempengaruhi kondisi psikologis seorang siswa, kembali kepada tujuan awal pemberian hukuman tersebut adalah untuk menyadarkan siswa akan kesalahanya.


KONSELING SUKSES, PRESTASI MENINGKAT

Bisa dikatakan bahwa konseling menjadi salah satu indikator utama dalam kesuksesan sekolah, mengapa bisa demikian? Karena jika ko...